5/16/2014

Kisah Keyakinan Di Luar Logika Pada Perang Khandaq

Saya mempunyai blog www.adhinbusro.com. Jadi blog sederhana ini berafiliasi dengan beberapa blog saya yang lainnya. Blog ini khusus membahas tentang keyakinan sebagai pondasi bangunan keimanan yang mau tidak mau wajib anda tahu, pelajari dan rasakan. Tidak lain dan tidak bukan tujuannya demi kesuksesan dan kebahagiaan abadi. Berikut ini sebuah sejarah keyakinan yang perlu kita baca dan renungkan yang saya ambil dari www.adhinbusro.com. Semoga menginspirasi.

Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan ni'mat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. (QS Al Ahzab 9)

Dalam keadaan perang apalagi perang tersebut berada di medan yang sulit maka sangat mudah membuat hati menjadi goncang. Ditambah lagi posisi saat itu dalam keadaan yang sangat tidak menguntungkan. Alkisah pada 1400 tahun yang lalu pada jaman Rosulullah, terjadi perang terbesar dan tersulit umat muslim yakni perang khadaq (perang parit) atau perang melawan tentara sekutu (Al Ahzab). Nama ini digunakan untuk menyebut sebuah perang yang terjadi pada tahun ke-5 setelah Hijrah ke Madinah (Tahun 627 Masehi). Perang Khandaq adalah perang umat Islam melawan gabungan beberapa pasukan musuh yang jumlahnya beberapa kali lipat. Pasukan itu terdiri dari dari Bangsa Quraisy, Yahudi, dan Gatafan.

Pasukan musuh begitu banyak dan peralatan begitu lengkap, tentu saja lumrah kalau mental menjadi ciut. Namun tidak demikian dengan pasukan kaum mukminin. Mereka tetap tegar walaupun hati goncang dengan keyakinan yang diluar logika akan kemenangan yang segera diraih atau mati syahid.

Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan.(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. (QS Al Ahzab 10-11)

Adapun pasukan musuh dari suku Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan, suku Gatafan di pimpin oleh Uyaynah bin Hisn, Bani Murrah di pimpin oleh Harits bin Auf, Bani Asyja’ di pimpin oleh Mas’ud bin Rakhilah. Mereka bersepakat untuk berkumpul di Khaibar, dan jumlah mereka dari berbagai kelompok dan suku adalah 10 ribu pasukan, adapun pucuk pimpinan dalam perang tersebut dipegang oleh Abu Sufyan bin Harb.

Rasulullah melakukan musyawarah dengan para sahabat untuk menghadapi pasukan yang banyak tersebut. Pada saat itu jumlah umat Islam masih sedikit, hanya sekitar 3 ribu personil, padahal menurut atsar yang bisa dipercaya, jumlah pasukan musuh telah mencapai 10 ribu personil. Tentunya mereka beranggapan tidak ada daya dan kekuatan untuk menghadapi mereka secara konfrontatif, kecuali dengan membangun benteng sehingga dapat menghalangi langkah musuh. Umat Islam ketika itu berhadapan dengan dua buah pilihan yang sama beratnya. Mereka tidak mungkin menyongsong pasukan lawan karena sama saja bunuh diri. Namun untuk bertahan pun, jumlah mereka terlampau sedikit.

Salman Al-Farisi menawarkan sebuah ide yang brilian. Beliau berkata: ”Wahai Rasulullah, sewaktu kami di Persia, jika kami diserang, kami membuat parit, alangkah baik jika kita juga membuat Parit sehingga dapat menghalangi dari melakukan serangan”. Kemudian Nabi saw menyutujui pendapat Salman.

Tentu, bukan hal yang mudah untuk menggali parit sedalam 3 sampai 4 meter dengan lebar 4 meter dan panjang 2000an meter di tengah terik kota Madinah. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Syeikh Safiyurrahman al-Mubarokfuri bahwa kaum muslimin menahan lapar di siang hari itu. Banyak diantara mereka yang mengganjal perut dengan batu untuk menahan lapar. Bahkan, Rasulullah menggunakan dua batu untuk mengganjal perut beliau. Dalam pembuatan parit itu, setiap sepuluh sahabat (pasukan) ditugaskan untuk menggali parit sepanjang 40 hasta atau sekitar 18 meter lebih.

Dalam proses penggalian itu, ditemukan banyak tanda kenabian. Diantaranya, makanan sedikit yang bisa dinikmati oleh banyak kaum muslimin, dan kejadian itu terulang berkali-kali, juga ciri kekuatan yang dimiliki oleh Rasulullah dan sahabatnya. Sehingga, ketika ada batu besar yang menghalangi proses pembuatan parit, Rasulullah langsung turun tangan dan berhasil memecahkan batu itu dalam tiga kali pukulan. Dalam tiga kali itu pula, Rasulullah mengabarkan bahwa kelak, Islam akan menguasai Persi, Romawi dan negara-negara lainnya.

Dalam riwayat Ahmad dan An-Nasa`i, dari Abu Sukainah ra dari salah seorang shahabat Rasulullah saw lainnya dengan sanad yang jayyid, disebutkan, “Ketika Rasulullah saw memerintahkan penggalian khandaq, ternyata ada sebongkah batu sangat besar menghalangi penggalian itu. Lalu Rasulullah saw bangkit mengambil kapak tanah dan meletakkan mantelnya di ujung parit, dan berkata: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat_Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Terpecahlah sepertiga batu tersebut. Salman Al-Farisi ketika itu sedang berdiri memandang, dia melihat kilat yang memancar seiring pukulan Rasulullah saw. Kemudian beliau memukul lagi kedua kalinya, dan membaca: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat_Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Pecah pula sepertiga batu itu, dan Salman melihat lagi kilat yang memancar ketika Rasulullah saw memukul batu tersebut. Rasulullah saw memukul sekali lagi dan membaca: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat_Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Dan untuk ketiga kalinya, batu itupun pecah berantakan. Kemudian beliau mengambil mantelnya dan duduk.

Salman berkata: “Wahai Rasulullah, ketika anda memukul batu itu, saya melihat kilat memancar.” Rasulullah saw berkata kepadanya: “Wahai Salman, engkau melihatnya?” Kata Salman: “Demi Dzat Yang mengutus anda membawa kebenaran. Betul, wahai Rasulullah.” Rasulullah saw bersabda: “Ketika saya memukul itu, ditampakkan kepada saya kota-kota Kisra Persia dan sekitarnya serta sejumlah kota besarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.” Para shahabat yang hadir ketika itu berkata: “Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar membukakannya untuk kami dan memberi kami ghanimah rumah rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.” Maka Rasulullah saw pun berdoa. “Kemudian saya memukul lagi kedua kalinya, dan ditampakkan kepada saya kota-kota Kaisar Romawi dan sekitarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.” Para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar membukakannya untuk kami dan memberi kami ghanimah rumah-rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.” Maka Rasulullah saw pun berdoa. “Kemudian pada pukulan ketiga, ditampakkan kepada saya negeri Ethiopia dan desa-desa sekitarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.” Lalu beliau berkata ketika itu: “Biarkanlah Ethiopia (Habasyah) selama mereka membiarkan kalian, dan tinggalkanlah Turki selama mereka meninggalkan kalian.”

Di awal, musuh islam yakni tentara gabungan telah membuat makar, tapi mereka tidak tahu bahwa yang terbaik makarnya adalah Allah. Dalam berbulan-bulan pasukan penyerbu yang dikomandoi oleh Abu Sufyan itu tak bisa menembus Madinah. Mereka bertahan berbulan-bulan di padang pasir untuk mencari celah dan mengawasi kaum Muslimin. Sampai akhirnya, ketika keadaan mereka sudah payah yang bertambah-tambah, Allah menurunkan angin topan untuk meluluhlantakkan mereka.

Ada pelajaran penting yang bisa kita ambil dari sejarah perang Khandaq, yakni keyakinan dengan iman. Keyakinan yang tetap teguh walaupun saat itu dalam keadaan genting. Hanya orang dengan beriman saja yang akan bertahan, sementara mereka yang munafik terbukti keimanannya palsu dengan malas bekerja membuat parit dan kemudian meminta ijin kepada Nabi saw untuk meninggalkan perang dengan berbagai alasan.

Kalau tidak didahului dengan sebuah keyakinan yang teguh niscaya umat muslim pada saat itu merasa bimbang, namun nyatanya tidak demikian. Walaupun hatinya goncang tetapi mereka tetap meyakini bahwa apa yang diucapkan Nabi saw adalah kebenaran yang pasti terjadi. Makanya ketika beliau saw mengatakan sabdanya tentang penaklukan dua Negara adikuasa saat itu, sahabat menjawab dengan jawaban yang mengagumkaan. Jawaban penuh keyakinan dan optimisme ditengah kegentingan perang Khandaq yang secara logika akan mengalami kekalahan. “Demi Dzat Yang mengutus anda membawa kebenaran. Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar membukakannya untuk kami dan memberi kami ghanimah rumah-rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.”. Lihatlah bagaimana keyakinan yang luar biasa mengagumkan dari sahabat Nabi saw. Keyakinan diluar batas kewajaran, diluar batas imaginasi.

Mereka dengan sangat yakin membayangkan bagaimana kota Konstantinopel dan Roma ketika ditaklukkan oleh Muslim. Mereka yakin akan kemenangan yang dijanjikan Rosul. Kalaupun bukan para sahabat yang menaklukkan konstantinopel/ Persia maka generasi muslim berikutnya yang akan mengalahkannya. Inilah percaya dengan “iman”. Menembus ruang dan waktu. Karena apa? Karena yang mengatakan adalah Nabi dan Rosul utusan Tuhan.

Dan keyakinan sahabat pada saat itu menjadi nyata 800 tahun setelah sabda Nabi saw. Walaupun bukan mereka yang melakukannya namun keyakinan bahwa Konstantinopel akan jatuh ke tangan muslim terasa sangat nyata dalam hati. Pada akhirnya sabda Nabi saw tersebut terpenuhi 800 tahun kemudian. Dialah Muhammad Al Fatih yang berhasil menaklukkan Persia (Konstatinopel).

1 komentar:

  1. Anonim6/26/2016

    AllahuAkbar....entahlah... terperangah

    BalasHapus