Saya mempunyai blog www.adhinbusro.com. Jadi blog sederhana ini berafiliasi dengan beberapa blog saya yang lainnya. Blog ini khusus membahas tentang keyakinan sebagai pondasi bangunan keimanan yang mau tidak mau wajib anda tahu, pelajari dan rasakan. Tidak lain dan tidak bukan tujuannya demi kesuksesan dan kebahagiaan abadi. Berikut ini sebuah sejarah keyakinan yang perlu kita baca dan renungkan yang saya ambil dari www.adhinbusro.com. Semoga menginspirasi.
Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan ni'mat Allah (yang telah
dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami
kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu
melihatnya. (QS Al Ahzab 9)
Dalam keadaan perang apalagi perang tersebut berada di medan yang sulit
maka sangat mudah membuat hati menjadi goncang. Ditambah lagi posisi
saat itu dalam keadaan yang sangat tidak menguntungkan. Alkisah pada
1400 tahun yang lalu pada jaman Rosulullah, terjadi perang terbesar dan
tersulit umat muslim yakni perang khadaq (perang parit) atau perang
melawan tentara sekutu (Al Ahzab). Nama ini digunakan untuk menyebut
sebuah perang yang terjadi pada tahun ke-5 setelah Hijrah ke Madinah
(Tahun 627 Masehi). Perang Khandaq adalah perang umat Islam melawan
gabungan beberapa pasukan musuh yang jumlahnya beberapa kali lipat.
Pasukan itu terdiri dari dari Bangsa Quraisy, Yahudi, dan Gatafan.
Pasukan musuh begitu banyak dan peralatan begitu lengkap, tentu saja
lumrah kalau mental menjadi ciut. Namun tidak demikian dengan pasukan
kaum mukminin. Mereka tetap tegar walaupun hati goncang dengan keyakinan
yang diluar logika akan kemenangan yang segera diraih atau mati syahid.
Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu
kerjakan.(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan
ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai
ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan
bermacam-macam purbasangka. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. (QS Al Ahzab 10-11)
Adapun pasukan musuh dari suku Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan,
suku Gatafan di pimpin oleh Uyaynah bin Hisn, Bani Murrah di pimpin oleh
Harits bin Auf, Bani Asyja’ di pimpin oleh Mas’ud bin Rakhilah. Mereka
bersepakat untuk berkumpul di Khaibar, dan jumlah mereka dari berbagai
kelompok dan suku adalah 10 ribu pasukan, adapun pucuk pimpinan dalam
perang tersebut dipegang oleh Abu Sufyan bin Harb.
Rasulullah melakukan musyawarah dengan para sahabat untuk menghadapi
pasukan yang banyak tersebut. Pada saat itu jumlah umat Islam masih
sedikit, hanya sekitar 3 ribu personil, padahal menurut atsar yang bisa
dipercaya, jumlah pasukan musuh telah mencapai 10 ribu personil.
Tentunya mereka beranggapan tidak ada daya dan kekuatan untuk menghadapi
mereka secara konfrontatif, kecuali dengan membangun benteng sehingga
dapat menghalangi langkah musuh. Umat Islam ketika itu berhadapan dengan
dua buah pilihan yang sama beratnya. Mereka tidak mungkin menyongsong
pasukan lawan karena sama saja bunuh diri. Namun untuk bertahan pun,
jumlah mereka terlampau sedikit.
Salman Al-Farisi menawarkan sebuah ide yang brilian. Beliau berkata:
”Wahai Rasulullah, sewaktu kami di Persia, jika kami diserang, kami
membuat parit, alangkah baik jika kita juga membuat Parit sehingga dapat
menghalangi dari melakukan serangan”. Kemudian Nabi saw menyutujui
pendapat Salman.
Tentu, bukan hal yang mudah untuk menggali parit sedalam 3 sampai 4
meter dengan lebar 4 meter dan panjang 2000an meter di tengah terik kota
Madinah. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Syeikh Safiyurrahman
al-Mubarokfuri bahwa kaum muslimin menahan lapar di siang hari itu.
Banyak diantara mereka yang mengganjal perut dengan batu untuk menahan
lapar. Bahkan, Rasulullah menggunakan dua batu untuk mengganjal perut
beliau. Dalam pembuatan parit itu, setiap sepuluh sahabat (pasukan)
ditugaskan untuk menggali parit sepanjang 40 hasta atau sekitar 18 meter
lebih.
Dalam proses penggalian itu, ditemukan banyak tanda kenabian.
Diantaranya, makanan sedikit yang bisa dinikmati oleh banyak kaum
muslimin, dan kejadian itu terulang berkali-kali, juga ciri kekuatan
yang dimiliki oleh Rasulullah dan sahabatnya. Sehingga, ketika ada batu
besar yang menghalangi proses pembuatan parit, Rasulullah langsung turun
tangan dan berhasil memecahkan batu itu dalam tiga kali pukulan. Dalam
tiga kali itu pula, Rasulullah mengabarkan bahwa kelak, Islam akan
menguasai Persi, Romawi dan negara-negara lainnya.
Dalam riwayat Ahmad dan An-Nasa`i, dari Abu Sukainah ra dari salah
seorang shahabat Rasulullah saw lainnya dengan sanad yang jayyid,
disebutkan, “Ketika Rasulullah saw memerintahkan penggalian khandaq,
ternyata ada sebongkah batu sangat besar menghalangi penggalian itu.
Lalu Rasulullah saw bangkit mengambil kapak tanah dan meletakkan
mantelnya di ujung parit, dan berkata: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu
sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah
kalimat-kalimat_Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” Terpecahlah sepertiga batu tersebut. Salman Al-Farisi
ketika itu sedang berdiri memandang, dia melihat kilat yang memancar
seiring pukulan Rasulullah saw. Kemudian beliau memukul lagi kedua
kalinya, dan membaca: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu sebagai kalimat
yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah
kalimat-kalimat_Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” Pecah pula sepertiga batu itu, dan Salman melihat lagi
kilat yang memancar ketika Rasulullah saw memukul batu tersebut.
Rasulullah saw memukul sekali lagi dan membaca: “Telah sempurnalah
kalimat Rabbmu sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat
mengubah-ubah kalimat-kalimat_Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” Dan untuk ketiga kalinya, batu itupun pecah
berantakan. Kemudian beliau mengambil mantelnya dan duduk.
Salman berkata: “Wahai Rasulullah, ketika anda memukul batu itu, saya
melihat kilat memancar.” Rasulullah saw berkata kepadanya: “Wahai
Salman, engkau melihatnya?” Kata Salman: “Demi Dzat Yang mengutus anda
membawa kebenaran. Betul, wahai Rasulullah.” Rasulullah saw bersabda:
“Ketika saya memukul itu, ditampakkan kepada saya kota-kota Kisra Persia
dan sekitarnya serta sejumlah kota besarnya hingga saya melihatnya
dengan kedua mata saya.” Para shahabat yang hadir ketika itu berkata:
“Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar membukakannya untuk kami
dan memberi kami ghanimah rumah rumah mereka, dan agar kami hancurkan
negeri mereka dengan tangan-tangan kami.” Maka Rasulullah saw pun
berdoa. “Kemudian saya memukul lagi kedua kalinya, dan ditampakkan
kepada saya kota-kota Kaisar Romawi dan sekitarnya hingga saya
melihatnya dengan kedua mata saya.” Para shahabat berkata: “Wahai
Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar membukakannya untuk kami dan
memberi kami ghanimah rumah-rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri
mereka dengan tangan-tangan kami.” Maka Rasulullah saw pun berdoa.
“Kemudian pada pukulan ketiga, ditampakkan kepada saya negeri Ethiopia
dan desa-desa sekitarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.”
Lalu beliau berkata ketika itu: “Biarkanlah Ethiopia (Habasyah) selama
mereka membiarkan kalian, dan tinggalkanlah Turki selama mereka
meninggalkan kalian.”
Di awal, musuh islam yakni tentara gabungan telah membuat makar, tapi mereka tidak tahu bahwa yang
terbaik makarnya adalah Allah. Dalam berbulan-bulan pasukan penyerbu
yang dikomandoi oleh Abu Sufyan itu tak bisa menembus Madinah. Mereka
bertahan berbulan-bulan di padang pasir untuk mencari celah dan
mengawasi kaum Muslimin. Sampai akhirnya, ketika keadaan mereka sudah
payah yang bertambah-tambah, Allah menurunkan angin topan untuk
meluluhlantakkan mereka.
Ada pelajaran penting yang bisa kita ambil dari sejarah perang Khandaq,
yakni keyakinan dengan iman. Keyakinan yang tetap teguh walaupun saat
itu dalam keadaan genting. Hanya orang dengan beriman saja yang akan
bertahan, sementara mereka yang munafik terbukti keimanannya palsu
dengan malas bekerja membuat parit dan kemudian meminta ijin kepada Nabi
saw untuk meninggalkan perang dengan berbagai alasan.
Kalau tidak didahului dengan sebuah keyakinan
yang teguh niscaya umat muslim pada saat itu merasa bimbang, namun
nyatanya tidak demikian. Walaupun hatinya goncang tetapi mereka tetap
meyakini bahwa apa yang diucapkan Nabi saw adalah kebenaran yang pasti
terjadi. Makanya ketika beliau saw mengatakan sabdanya tentang
penaklukan dua Negara adikuasa saat itu, sahabat menjawab dengan jawaban
yang mengagumkaan. Jawaban penuh keyakinan dan optimisme ditengah
kegentingan perang Khandaq yang secara logika akan mengalami kekalahan.
“Demi Dzat Yang mengutus anda membawa kebenaran. Wahai Rasulullah,
berdoalah kepada Allah agar membukakannya untuk kami dan memberi kami
ghanimah rumah-rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka
dengan tangan-tangan kami.”. Lihatlah bagaimana keyakinan yang luar
biasa mengagumkan dari sahabat Nabi saw. Keyakinan diluar batas
kewajaran, diluar batas imaginasi.
Mereka dengan sangat yakin membayangkan bagaimana kota Konstantinopel
dan Roma ketika ditaklukkan oleh Muslim. Mereka yakin akan kemenangan
yang dijanjikan Rosul. Kalaupun bukan para sahabat yang menaklukkan
konstantinopel/ Persia maka generasi muslim berikutnya yang akan
mengalahkannya. Inilah percaya dengan “iman”. Menembus ruang dan waktu.
Karena apa? Karena yang mengatakan adalah Nabi dan Rosul utusan Tuhan.
Dan keyakinan sahabat pada saat itu menjadi nyata 800 tahun setelah
sabda Nabi saw. Walaupun bukan mereka yang melakukannya namun keyakinan
bahwa Konstantinopel akan jatuh ke tangan muslim terasa sangat nyata
dalam hati. Pada akhirnya sabda Nabi saw tersebut terpenuhi 800 tahun
kemudian. Dialah Muhammad Al Fatih yang berhasil menaklukkan Persia
(Konstatinopel).
AllahuAkbar....entahlah... terperangah
BalasHapus