“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir ayat 28)
Kita sudah kadung beranggapan bahwa yang namanya ulama adalah ustadz, kyai, seikh dan sebagainya. Yang namanya ulama itu hapal Al Qur'an, hapal hadist, menguasai ilmu fiqih, nahwu, shorof dan lain sebagainya. Apakah salah? Jelas tidak demikian. Benar statement diatas, namun rasanya terlalu tendensius dan sempit.
Arti kata ulama adalah orang yang berilmu, yakni yang mendalami ilmunya dengan sangat intens. Ahli fisika, biologi, astronomi, kedokteran dan lain sebagainya adalah ulama. Seperti sudah di bahas pada bab sebelumnya mengenai Mukjizat Kebenaran dan Fakta Sejarah membuktikan bahwa ulama yang mau membuka pikiran dan hati saja yang akan menemukan Tuhan. Bahkan mereka benar-benar menemukan Tuhan lebih baik dari pada kita. Mereka takut kepada Tuhan melebihi ketaqwaan kita. Hal ini dikarenakan kebenaran yang telah nyata-nyata mereka lihat pada bidang keilmuan yang digelutinya. Maka tidak heran banyak profesor dan doktor yang kemudian menjadi muallaf dan masuk agama kebenaran yakni islam.
Mengapa ulama/ ilmuwan adalah hamba yang benar-benar takut kepada Tuhan?
karena dia melihat adanya Tuhan dengan yakin dalam keilmuan yang
mereka tekuni. Mereka menemukan keajaiban design penciptaan yang
sempurna dimana tidak mungkin ada dengan sendirinya tanpa campur tangan
Dzat Yang Maha Cerdas.
"dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Qur'an itulah yang hak dari Tuhan mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus." (QS Al Hajj 54)
Kita bisa sedikit belajar dari kisah para nabi dan rosul sebagai seorang ulama yang paling tekun didalam mencari kebenaran. Bahkan kebenaran yang sudah menjadi keyakinan mendarah daging yang diperolehnya masih dirasa kurang, sehingga terus belajar dan belajar. Bukankah Ibrahim as. dengan keyakinannya masih memerlukan bukti konkret, yakni bagaimana caranya Tuhan menghidupkan orang mati? Bukankah Musa as menginginkan keyakinan bulat kalau sudah bisa melihat Tuhan? Bukankah Nabi Muhammad saw diperjalankan dalam peristiwa isra'mi'raj agar keyakinan/ keimanannya teguh dan mantap ditengah badai cobaan?. Pertanyaannya sebelum mendapatkan mukjizat tersebut apakah Nabi dan Rosul tidak beriman? Tentu tingkat keimanan mereka tidak perlu ditanyakan lagi. Manusia dengan tingkat keimanan yang luar biasa tinggi saja masih memerlukan tambahan bukti agar keimanannya bertambah diatas keimanan yang ada. Bagaimana dengan kita?
So, kalau begitu apakah kita sudah bertanya dan menemukan jawaban sehingga keimanan kita bertambah dan bertambah menjadi keyakinan yang mantap? Apakah kita yakin dengan sholat yang rutin kita lakukan? Apakah kita yakin sedekah pangkal kaya? Mengapa bisa demikian? Inilah bertanyaan yang harus mendapatkan jawaban agar apa yang kita lakukan terasa mantap. Maka belajar mencari ilmu dan pemahaman menjadi wajib, agar kita menjadi pribadi yang mempunyai wawasan serta keyakinan yang dalam dan benar. Pada akhirnya kita bisa menjadi ulama yang benar-benar takut akan Tuhan Seluruh Alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar